Puisi: Penggali Batu Kapur Karya Kirdjomuljo
Jabarkelana - Puisi "Penggali Batu Kapur" karya Kirdjomuljo adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan kehidupan para pekerja penggali batu kapur.
Penggali Batu Kapur
Beginilah ia bernyanyi
dengan irama gugur batu
gugur bumi gugur hati
Hingga ladang berderak
burung-burung merendah
merasa berat langit
betapa berat hari
angin menggantungi sayap
kabut meradangi arah
Entah ia melepas dera
entah bertahan dari terik
atau bertantang keras batu
nyanyinya sederas getar derita
langsung mengenai dasar
darahku memutih
tulang menyusut
– hula hulee hula ho oo
hula hulee hula ho oo
Begitu, berat melepas
sekejap datang sekejap hilang
ditiupkan arah angin
matanya pudar hijau kapur
dahinya hitam hitam batu
Peluhnya deras putih letih
jejak makin dalam
lagunya makin memanjang
hilang lepas-lepas
Ketika satu berhenti mengayun
ia memandang padaku
bersenyum, senyum ladang
bertanya dengan suara bukit
– Tuan heran memandang kami
kami lahir di tanah kapur
anakku empat, anakku putih
mata ayah hidung ibu
gelaknya melepas angin
– Aku terharu Bapa
seluruh umur di tanah kapur
kulit Bapa hitam batu
mata Bapa jernih kapur
cinta berlebih dari yang lain
hati Bapa hati belerang
cinta alam sekeras bintang
tak pernah kujumpakan di mana pun
– Begitulah bercinta umur
tapi jangan Tuan terlalu lama
memandang kami
sebelah utara ada laut
sebelah selatan ada pantai
Kalau kami tak berjanji
pada diri dan kebun halaman
sudah bukan lagi penggali kapur
Salam Tuan
marilah turut menyanyikan
akan Tuan rasa nanti
getar apa tersimpan di hati
getar di hati kami
– hula hulee hula ho oo
hula hulee hula ho oo
getar dalam hitam malam
getar jauh biru laut
Sumber: Romansa Perjalanan (1979)
Latar Belakang Penyair dan Puisi
Kirdjomuljo adalah salah satu penyair Indonesia yang lahir pada tahun 1930 dan meninggal pada tahun 2000. Ia dikenal sebagai penyair yang aktif dalam gerakan sastra angkatan 45 dan angkatan 66. Ia juga pernah menjadi anggota Dewan Kesenian Jakarta dan redaktur majalah sastra Horison. Kirdjomuljo menulis banyak puisi yang mengangkat tema-tema sosial, budaya, dan alam. Salah satu puisi yang terkenal adalah “Penggali Batu Kapur” yang dimuat dalam kumpulan puisi Romansa Perjalanan (1979).
Isi dan Makna Puisi
Puisi ini terdiri dari 12 bait dengan jumlah baris yang bervariasi. Puisi ini menggunakan bahasa yang sederhana, lugas, dan penuh emosi. Puisi ini juga menggunakan beberapa unsur bunyi seperti aliterasi, asonansi, dan onomatope. Berikut ini adalah isi dan makna dari setiap bait puisi:
- Bait pertama: bait ini menggambarkan cara bernyanyi dari penggali batu kapur dengan irama yang keras dan monoton. Irama ini mencerminkan kerja keras dan berat yang dilakukan oleh para pekerja. Kata-kata “gugur batu, gugur bumi, gugur hati” menunjukkan bahwa pekerjaan ini mengorbankan banyak hal, baik fisik maupun mental.
- Bait kedua: bait ini menggambarkan kondisi alam dan lingkungan yang tidak mendukung para pekerja. Kata-kata “ladang berderak, burung-burung merendah, langit berat, angin menggantungi sayap, kabut meradangi arah” menunjukkan bahwa alam seolah-olah memberikan tekanan dan tantangan bagi para pekerja. Kata-kata “merasa berat” juga menggambarkan perasaan para pekerja yang lelah dan tertekan.
- Bait ketiga: bait ini menggambarkan sikap dan perasaan para pekerja yang tidak menyerah dan tetap bertahan. Kata-kata “entah ia melepas dera, entah bertahan dari terik, atau bertantang keras batu” menunjukkan bahwa pekerja memiliki pilihan untuk menyerah, bertahan, atau berjuang. Kata-kata “nyanyinya sederas getar derita” menunjukkan bahwa pekerja menyuarakan rasa sakit dan penderitaan mereka melalui nyanyian.
- Bait keempat: bait ini menggambarkan dampak fisik dari pekerjaan penggali batu kapur. Kata-kata “darahku memutih, tulang menyusut” menunjukkan bahwa pekerjaan ini menguras tenaga dan kesehatan para pekerja. Kata-kata “hula hulee hula ho oo” adalah onomatope yang menirukan suara palu yang memecah batu.
- Bait kelima: bait ini menggambarkan keadaan para pekerja yang tidak menentu dan tidak pasti. Kata-kata “sekejap datang sekejap hilang” menunjukkan bahwa pekerja tidak memiliki jaminan hidup yang stabil dan aman. Kata-kata “ditiupkan arah angin” menunjukkan bahwa pekerja tidak memiliki kendali atas nasib mereka. Kata-kata “matanya pudar hijau kapur, dahinya hitam-hitam batu” menunjukkan bahwa pekerja terpengaruh oleh lingkungan kerja mereka yang keras dan kotor.
- Bait keenam: bait ini menggambarkan kelelahan dan kesedihan para pekerja. Kata-kata “peluhnya deras putih letih, jejak makin dalam, lagunya makin memanjang, hilang lepas-lepas” menunjukkan bahwa pekerja bekerja dengan sangat keras, tetapi tidak mendapatkan hasil yang sepadan. Kata-kata “hilang lepas-lepas” juga menunjukkan bahwa pekerja tidak memiliki harapan dan cita-cita yang tinggi.
- Bait ketujuh: bait ini menggambarkan interaksi antara penyair dan salah satu pekerja. Penyair merasa heran dan penasaran dengan kehidupan pekerja. Pekerja tersenyum dan menjawab pertanyaan penyair dengan suara yang ramah dan bangga. Kata-kata “senyum ladang, suara bukit” menunjukkan bahwa pekerja memiliki hubungan yang dekat dan harmonis dengan alam.
- Bait kedelapan: bait ini menggambarkan latar belakang dan keluarga pekerja. Pekerja mengatakan bahwa ia lahir di tanah kapur dan memiliki empat anak yang putih. Kata-kata “mata ayah, hidung ibu” menunjukkan bahwa anak-anak pekerja memiliki ciri-ciri fisik yang mirip dengan orang tua mereka. Kata-kata “gelaknya melepas angin” menunjukkan bahwa pekerja memiliki rasa humor dan keceriaan yang tinggi.
- Bait kesembilan: bait ini menggambarkan rasa hormat dan kagum penyair terhadap pekerja. Penyair terharu dengan kehidupan pekerja yang penuh perjuangan dan cinta. Kata-kata “kulit bapa hitam batu, mata bapa jernih kapur, hati bapa hati belerang, cinta alam sekeras bintang” menunjukkan bahwa pekerja memiliki karakter yang kuat, jujur, tulus, dan setia. Kata-kata “tak pernah kujumpakan di manapun” menunjukkan bahwa pekerja memiliki keunikan dan keistimewaan yang jarang ditemukan.
- Bait kesepuluh: bait ini menggambarkan nasihat dan peringatan pekerja kepada penyair. Pekerja mengatakan bahwa ia bercinta dengan umur, tetapi tidak ingin penyair mengikuti jejaknya. Pekerja mengatakan bahwa ada laut dan pantai yang lebih indah dan menarik daripada tanah kapur. Kata-kata “kalau kami tak berjanji pada diri dan kebun halaman” menunjukkan bahwa pekerja memiliki komitmen dan tanggung jawab terhadap pekerjaan dan lingkungan mereka. Kata-kata “sudah bukan lagi penggali kapur” menunjukkan bahwa pekerja menyadari bahwa pekerjaan ini tidak akan bertahan selamanya.
- Bait kesebelas: bait ini menggambarkan ajakan dan tantangan pekerja kepada penyair. Pekerja mengajak penyair untuk turut menyanyikan lagu pekerja. Pekerja mengatakan bahwa penyair akan merasakan getar yang tersimpan di hati pekerja. Kata-kata “getar di hati kami” menunjukkan bahwa pekerja memiliki perasaan yang dalam dan kompleks yang tidak mudah dimengerti oleh orang lain.
- Bait kedua belas: bait ini menggambarkan suasana malam dan laut yang menjadi latar belakang pekerjaan penggali batu kapur. Kata-kata “getar dalam hitam malam, getar jauh biru laut” menunjukkan bahwa pekerja memiliki hubungan yang kontras dan paradoks dengan alam. Di satu sisi, pekerja merusak alam dengan menggali batu kapur. Di sisi lain, pekerja mencintai alam dengan menyanyikan lagu pekerja.
Kesimpulan
Puisi “Penggali Batu Kapur” karya Kirdjomuljo adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan kehidupan para pekerja penggali batu kapur. Puisi ini menyoroti perjuangan, keteguhan, dan rasa cinta terhadap tanah dan lingkungan alam. Puisi ini menggunakan bahasa yang sederhana, lugas, dan penuh emosi. Puisi ini juga menggunakan beberapa unsur bunyi seperti aliterasi
Posting Komentar untuk "Puisi: Penggali Batu Kapur Karya Kirdjomuljo"